INTERVAL TRAINING
PENDAHULUAN
Latihan Interval merupakan program latihan
yang terdiri dari periode pengulangan kerja yang diselingi oleh periode
istirahat (Fox,E.L, 1984; Smith,N.J,
1983), atau merupakan serangkaian latihan yang diulang-ulang dan diselingi
dengan periode istirahat. Latihan ringan biasanya dilakukan pada periode
istirahat ini (Fox, Bowers & Foss,
1984; Fox & Mathews, 1981).
Interval training adalah serangkaian acara
latihan fisik yang diulang-ulang yang diseling dengan periode-periode
pemulihan. Latihan fisik ringan biasanya mengisi periode pemulihannya. Untuk
memahami mengapa metode pelatihan ini sedemikian berhasilnya, maka akan kita
mulai dengan uraian mengenai produksi energi dan keletihan selama kegiatan
intermiten ini. Produksi energi selama latihan fisik berlaku juga bagi kegiatan
yang dilakukan secara intermiten maupun yang dilakukan secara kontinyu/terus
menerus. Meskipun demikian, ada satu perbedaan yang sangat penting.
Untuk memberikan gambaran tentang perbedaan
ini, misalkan lari terus menerus sekuat tenaga selama satu menit; kemudian,
pada kesempatan lain, berlari secara intermiten dengan cara berlari sekuat
tenaga seperti pada lari yang berkesinambungan tadi, tetapi hanya selama 10
detik, istirahat 30 detik, lalu lari lagi, dan seterusnya. Kalau kegiatan
tersebut diulang sebanyak 6 kali, maka itu berarti sudah melakukan kegiatan
yang sama banyaknya dengan intensitas yang sama secara intermiten dengan yang
dilakukan secara kontinyu (yakni lari enam x 10 detik = 1 menit), tetapi
tingkat keletihan sesudah lari intermiten itu lebih rendah (Fox, Bowers and Foss, 1984).
Sebenarnya kejadian tadi merupakan suatu
fenomena yang bersifat fisiologis, dan jawabnya terletak pada interaksi yang berbeda antara sistem fosfagen (ATP-PC)
dan sistem glikolisis anaerob (sistem LA) selama lari intermiten dibanding
dengan selama lari kontinyu. Kalau diperbandingkan, energi yang dipasok melalui
glikolisis anaerob (sistem LA) akan lebih sedikit dan yang melalui sistem
fosfagen (ATP-PC) akan lebih banyak pada lari intermiten (Fox, et al, 1969; Margaria R, et al, 1969). Ini berarti asam
laktat yang terkumpul akan lebih sedikit dan dengan demikian lebih sedikit
keletihan yang ditimbulkan oleh kegiatan intermiten. Hal ini berlaku, tidak perduli seberapa intensnya kegiatan
intermiten dan seberapa lama berlangsungnya (Fox, Bowers and Foss, 1984).
Sistem ATP-PC dapat memasok lebih banyak
ATP dan sistem LA dapat memasok lebih sedikit ATP selama lari intermiten
daripada selama lari kontinyu. Terbukti bahwa simpanan-simpanan ATP-PC itu
terkuras hanya berapa detik sesudah lari berat, tetapi perlu diingat bahwa di
sela-sela setiap lari intermiten itu ada periode pemulihannya. Selama
interval-interval pemulihan, sebagian dari simpanan-simpanan ATP-PC dalam otot
yang terkuras selama interval-interval kegiatan sebelumnya akan diisi kembali
melalui sistem aerob (Margaria, R 1969),
dan hal itu diperlihatkan dalam Gambar 1).
Gambar 2. Selama interval
pemulihan kegiatan intermiten, sebagian dari simpanan ATP-PC dalam otot yang
terkuras selama interval kerja akan diisi lagi melalui sistem aerob (Fox, Bowers and Foss, 1988, p.301)
Selama interval-interval pemulihan itu, bagian dari fase
pemulihan cepat (Rapid recovery phase)
sudah rampung. Disamping itu, sebagian dari simpanan-simpanan O2-myoglobin juga
sudah akan diisi lagi (Astrand I, et al,
1960; Astrand I, et al, 1960). Jadi, selama lari sesudah suatu interval
pemulihan, simpanan-simpanan ATP-PC dan O2-myoglobin yang sudah diisi lagi itu
akan tersedia lagi sebagai suatu sumber energi. Akibatnya, energi dari sistem
LA akan 'dihemat' cukup banyak dan asam laktat tidak akan terkumpul begitu
cepat atau begitu banyak. Sebaliknya, selama lari kontinyu, simpanan ATP-PC
akan terkuras dalam waktu hanya beberapa menit saja atau detik saja dan tidak
akan diisi lagi sampai kegiatan itu berakhir (Karlson J, 1970). Dalam hal ini, energi dalam bentuk ATP dari
sistem LA akan dikerahkan segera setelah kita mulai lari dan asam laktat akan
cepat terkumpul dalam kadar-kadar yang tinggi (Fox, Bowers and Foss, 1984).
Semuanya itu akan mempunyai makna nyata
kalau diterapkan ke dalam pelatihan, karena penghematan keletihan yang
menyertai kegiatan intermiten dapat dikonversi ke peningkatan intensitas
kegiatan yang sedang dilakukan. Ini adalah satu ciri terpenting dari kegiatan
intermiten dan karenanya merupakan kunci bagi sistem pelatihan interval. Telah
dibuktikan bahwa tingkat kegiatan intermiten yang intensitasnya dua setengah
kali tingkat kegiatan kontinyu dapat dilakukan sebelum kadar-kadar asam laktat
darahnya sebanding pada kedua kegiatan tersebut (Astrand I, 1960; Christensen E, 1960; Fox EL,1969; Margaria R, 1969).
Perbedaan pokok antara kegiatan intermiten
dengan intensitas dan jangka-waktu yang sama yang dilakukan dengan interval-
interval istirahat penuh (complete rest
interval) dibandingkan dengan interval-interval pemulihan dengan kegiatan
ringan adalah bahwa kadar-kadar asam laktat darahnya akan lebih tinggi pada
interval-interval dengan kegiatan ringan (Fox
EL, 1969). Demikian halnya karena kegiatan yang dilakukan selama interval
pemulihan itu menghalangi atau sebagian menghalangi pengisian kembali
simpanan-simpanan ATP-PC, maka sebagian besar energi yang dibutuhkan selama
interval-interval kegiatan harus dipasok melalui LA. Dengan demikian akumulasi
asam laktat akan lebih besar; semakin berat kegiatan selama interval pemulihan,
semakin besar akumulasi asam laktatnya (Fox,
Bowers and Foss, 1984).
ISTILAH-ISTILAH
INTERVAL TRAINING
* Work Interval/Interval
Kerja
Bagian dari program pelatihan interval yang
terdiri atas kegiatan dengan intensitas tinggi, misalnya lari 220 yard dengan
waktu yang telah ditentukan.
* Relief Interval/Interval
Pemulihan
Waktu antar
interval-interval kerja serta antara set-set. Interval pemulihan dapat terdiri atas :
(1) kegiatan ringan seperti
misalnya berjalan (disebut pemulihan dengan istirahat atau (Rest relief);
(2) latihan fisik ringan sampai
sedang seperti misalnya jogging (disebut pemulihan dengan kegiatan atau Work relief);
(3)
gabungan (1) dan (2).
Interval pemulihan biasanya dinyatakan dalam
hubungan dengan rasio pemulihan dengan kerja dan dapat dinyatakan sebagai
berikut: 1:½, 1:1, 1:2 atau 1:3. Rasio 1: ½ mengisyaratkan bahwa waktu interval
pemulihannya sama dengan setengah waktu interval kerja; 1:1 menunjukkan bahwa
interval kerja dan interval pemulihan sama; 1:2 menunjukkan bahwa interval
pemulihan 2 kali lebih lama daripada interval kerja, dst. Dengan
interval-interval kerja yang lebih lama, suatu rasio kerja pemulihan 1: ½ atau
1:1 biasanya yang disarankan; pada interval-interval dengan jangka waktu
menengah/sedang, rasionya adalah 1:2, dan pada kerja yang memakan waktu lebih pendek,
rasionya 1:3 karena intensitasnya yang tinggi (Fox, Bowers and Foss, 1984).
S e t
Set adalah serangkaian interval kerja dan
pemulihan. Misalnya, lari 220 yard sebanyak enam kali dengan waktu yang telah
ditentukan dengan interval-interval pemulihan yang telah ditentukan pula.
Repetitions/Pengulangan
Banyaknya interval
kerja dalam satu set. Misalnya, lari 220 yard enam kali berarti satu set dan
enam pengulangan.
Training Time/Waktu Pelatihan
Kecepatan pelaksanaan
kegiatan selama interval kerja. Misalnya setiap lari 220 yard harus dilakukan
dalam waktu 33 detik.
Training Distance/Jarak Pelatihan
Jarak interval kerja,
misalnya 220 yard.
F r e k w e n s i
Banyak waktu per
minggu untuk melakukan latihan.
Resep latihan interval
Berisi informasi terkait mengenai suatu
pelaksanaan pelatihan interval yang biasanya meliputi banyaknya set, banyaknya
pengulangan, waktu pelaksanaan atau jarak interval kegiatan, waktu pelatihan,
dan waktu interval pemulihan. Sebagai contohnya, satu set dari suatu
tata-tertib dapat ditulis sebagai berikut :
Set 1 6 x 220 pada
0:33 (11:39
di mana:
6 = banyaknya
pengulangan
220 = jarak pelatihan dalam yard
0:33 = waktu pelatihan dalam menit dan detik
(1:39) = waktu interval pemulihan dalam menit dan
detik.
Variabel-Variabel Pelatihan Interval
Prinsip beban berlebih yang diterapkan
untuk pelatihan interval dilaksanakan melalui manipulasi 5 variabel:
1. Kecepatan dan jarak
interval kerja
2. Banyaknya
pengulangan pada masing-masing acara
3. Interval pemulihan
atau waktu di antara interval-interval kerja
4. Jenis kegiatan
selama interval pemulihan
5. Frekwensi pelatihan
per minggu
Banyaknya keuntungan
yang dapat dipetik dari sistem pelatihan interval dibandingkan dengan
metode-metode pelatihan lainnya, antara lain adalah :
1. Kontrol
yang setepat-tepatnya atas stress.
2. Pendekatan
dari hari ke hari yang sistematis sehingga memungkinkan kita mengobservasi
kemajuannya dengan mudah.
3. Kemajuan
yang lebih cepat dari potensi energi dibandingkan dengan pada metode-metode
pembentukan kondisi yang lain.
4.
Program yang dapat dilaksanakan hampir di mana saja dan
yang tidak membutuhkan peralatan khusus.
Mengerti hubungan
antara sistem energi utama dengan waktu pelaksanaan kerja, merupakan dasar
untuk mempelajari bagaimana menyusun interval kerja pada program Latihan
Interval. Dengan memperhitungkan waktu pelaksanaan kerja dari interval kerja
maka sistem energi utama mana yang akan dikembangkan dapat ditentukan.
Ketentuan-ketentuan tersebut adalah jika interval kerja panjang maka intensitas
kerja rendah, dan sebaliknya. Kemudian, ada beberapa metoda yang dapat
digunakan untuk memperhitungkan intensitas interval kerja dengan tepat. Salah
satu metoda yang dapat menentukan kecepatan/intensitas dengan mudah dan tepat telah diperkenalkan oleh Wilt (Fox,E.L, 1984; Fox & Mathews 1981),
yaitu :
Untuk lari 50 meter : waktu terbaik dari
jarak itu ditambah dengan 1 1/2 detik. misalnya 6 detik + 1 1/2 detik = 7 1/2
detik.
Untuk lari 100 meter : waktu terbaik
jarak tersebut ditambah 3 detik, misalnya 12 detik + 3 detik = 15 detik.
Untuk lari 200 meter : waktu terbaik
jarak tersebut ditambah 5 detik, misalnya 25 detik + 5 detik = 30 detik.
untuk lari 400 meter : waktunya dikurangi
1 - 4 detik dari 1/4 waktu yang diperlukan untuk lari 1 mile, misalnya 1 mile =
6 menit (360 detik) maka waktu rata-rata untuk lari 400 meter = 90 detik (1/4 x
360), sehingga kecepatan lari 400 meter adalah antara 90 - 4 = 86 detik dan 90
- 1 = 89 detik.
Untuk lari 800 meter (atau lebih) maka
setiap 400 meter dari jarak itu waktunya ditambah 3 - 4 detik, misalnya : lari
800 meter, waktu 1 mile : 6 menit, maka untuk jarak setiap 400 meternya adalah
: 90 + 3 = 93 detik dan 90 + 4 = 94 detik (Fox
& Mathews, 1981; Fox, Bowers and Foss, 1984).
Jumlah ulangan
(Repetition) dari interval kerja, penting untuk menentukan jarak latihan,
dimana jarak total latihan antara 2400 - 3200 meter diperlukan untuk mencapai
pengembangan secara maksimal. Bila diputuskan jarak 200 meter (jarak ini
nantinya disesuaikan dengan sistem energi utama yang hendak dikembangkan), maka
diperlukan 12 - 16 ulangan (Fox &
Mathews, 1981).
Prinsip overload
(penambahan beban) yang diterapkan pada program Latihan Interval dapat
dilakukan dng cara memanipulasi 5 variabel berikut :
(1) Kecepatan dan jarak Interval kerja
(2) Jumlah repetisi
(3)
Waktu interval istirahat (Work-relief
ratio)
(4) Tipe kegiatan
selama interval istirahat.
(5) Frekuensi
latihan perminggu
Banyak
keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari sistem latihan interval ini bila
dibanding dengan metoda latihan lain, diantaranya :
(a) Pengontrolan
yang tepat atas stres yang diberikan, (b) Pendekatan yang sistimatis dari hari
kehari, yang memungkinkan untuk mengamati perkembangan dengan mudah, (c) Lebih
cepat memperbaiki potensial energi dibanding metoda lain (pada program
kondisioning), (d) Suatu program yang dapat dilakukan hampir dimana saja dan
tidak memerlukan alat-alat khusus, (e) Bagi pelatih dengan waktu yang terbatas,
maka program latihan interval dapat digunakan untuk meningkatkan kondisi para
atlitnya, (f) Untuk semua cabang olahraga, latihan interval merupakan cara yang
efektif untuk melatih atlit, (g) Latihan interval merupakan satu sistem latihan
yang baik sekali (excellent) untuk atlit maupun non-atlit yang tertarik pada "general fitness" (Fox & Mathews, 1981).
Cara
latihan interval untuk atlit dalam melakukan interval kerja disesuaikan dengan
cabang olahraganya, misalnya perenang dengan kegiatan renang, atlit lintasan
dengan kegiatan lari. Tipe kegiatan yang dipilih untuk kondisioning umum
didasarkan atas pilihannya, selama perbaikan skill bukan merupakan sesuatu yang
penting. Dimana seseorang dapat memilih suatu kegiatan yang paling disenangi,
misalnya Renang, Jogging, lompat tali, sepeda atau senam (Fox & Mathews, 1981).
Sebagai ringkasan dari sistem latihan interval
dapat diketengahkan sebagai berikut (Fox,
Bowers and Foss, 1984; Fox & Mathews, 1981) :
1.
Tentukan terlebih dahulu sistem energi utama mana yang
perlu dikembangkan (Tabel 1). Informasi penting untuk penulisan resep latihan interval berdasarkan "waktu" latihan
(Fox & Mathews, 1981, p.280)
MAJOR
ENERGY
SYSTEM
|
TRAINING
TIME
(min:sec)
|
REPETITIONS
Per
WORKOUT
|
SET PER
WORKOUT
|
REPETITIONS
Per
SET
|
WORK-
RELIEF
RATIO
|
TYPE OF
RELIEF
INTERVAL
|
ATP-PC
ATP-PC-LA
LA-O2
O2
|
0:10
0:15
0:20
0:25
0:30
0:40 - 0:50
1:0 -1:10
|
50
45
40
32
25
20
15
10
8
6
4
4
3
|
5
5
4
4
5
4
3
2
2
1
1
1
1
|
10
9
10
8
5
5
5
5
4
6
4
4
3
|
1:3
1:3
1:2
1:2
1:1
1:1
|
Rest-relief
(e.g.,walking,
flexing)
Work-relief
(e.g.,light
to
mind
exercise,
jogging)
Work-relief
Res-relief
Rest-relief
|
2. Pilihlan bentuk aktifitas
(exercise) yang digunakan selama
interval kerja (Lari, Renang, dll)
3. Tentukan latihan sesuai dengan keterangan
yang ada dalam daftar dari sistem energi utama yang ingin dikembangkan. Jumlah
ulangan (repetisi) dan set, rasio kerja-istirahat, dan tipe dari interval
istirahat, seluruhnya ada dalam Tabel 2.11 dan Tabel 2.12. Untuk setiap
aktifitas yang dipilih, waktu latihan-nya
ada dalam kolom 2 Tabel 2.11.
Untuk kegiatan lari
atau renang, biasanya memakai jarak latihan
seperti kolom 2 Tabel 2.12.
4. Berikan peningkatan intensitas (Progressive overload) selama program
latihan.
Walaupun Latihan interval merupakan sistem
yang sangat baik untuk
atlit/non-atlit yang tertarik pada "general
fitness", namun metoda ini bukan satu-satunya metoda latihan yang ada.
gan daftar pustakanya dong
BalasHapus